Makassar – RadarNkri.com –
Oleh: *Dr. H. Abdul Wahid, MA*
(Muballigh dan Akademisi Makassar)
Hadirnya kemerdekaan RI bukanlah pemberian gratis dari para penjajah atau kado ulang tahun dari Belanda. Namun kemerdekaan ini diawali dengan perjuangan panjang dari para pahlawan di republik ini selama kurang lebih 350 tahun. Perjuangan ini melibatkan seluruh komponen bangsa dari Sabang sampai Merauke dan telah merenggut jiwa dan raga para pahlawan.
Setiap tahun diperingati HUT RI, dan didiskusikan makna dan arti sebuah “kemerdekaan”, namun tampaknya disetiap tahun, makna “kemerdekaan” ini perlu terus dieksplorasi oleh kita sebagai bangsa Indonesia, agar dapat menjadi spirit untuk menjaga stabilitas nasional saat ini dan dimasa yang akan datang, demi menuju negara yang maju.
Kemerdekaan adalah sebuah impian bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk di Indonesia. Kemerdekaan adalah sebuah simbol perlawanan terhadap penjajah. Bahkan Indonesia telah menyebutkan di pembukaan UUD 1945, “penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Kemerdekaan bukanlah sekadar diperingati dalam bentuk seremoni pengibaran bendera merah putih, yang dimeriahkan dengan pemasangan umbul-umbul, bendera, disetiap lorong rumah penduduk, dan disemarakkan dengan perlombaan dan pesta rakyat.
Hal yang demikian ini tidaklah salah; namun hanya sifatnya seremoni dan euforia saja. Ada yang jauh lebih penting dari itu semua, yakni memahami dan memaknai kemerdekaan dalam konteks seluas-luasnya.
Dalam konteks Indonesia, pemaknaan terhadap arti kemerdekaan bukanlah hanya sekadar terbebas dari penjajah atau kolonialisme, tetapi lebih dari itu bisa dimaknai dalam pengertian yang tepat sesuai dengan segmentasi kita sebagai anak bangsa dari masa ke masa.
Misalnya arti kemerdekaan bagi generasi milenial dapat diwujudkan dengan cara berusaha untuk menghindari berbagai macam tindakan yang dapat merugikan masa depannya sebagai generasi harapan bangsa, diantaranya menjauhi penggunaan obat-obat terlarang (NARKOBA), miras, seks bebas, tawuran antar pelajar dan lain sebagainya.
Bagi para politisi kemerdekaan dapat diwujudkan dengan cara menjadikan politik sebagai instrumen demokrasi yang dapat mencerdaskan masyarakat, menumbuhkan iklim politik yang damai, dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa sebagaimana yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa ini pada masa lalu, sehingga terwujudlah suatu stabilitas nasional yang kondusif.
Terlebih melalui peringatan HUT RI ke-75 tahun ini, pemerintah RI mengusung tema “Indonesia Maju”, tema ini sejatinya para politisi dapat jadikan sebagai momentum untuk memformat ulang model dan praktik demokrasi yang selama ini terindikasi telah banyak penyimpangan dari prinsip demokrasi Pancasila.
Keberadaan Pancasila bukan sebatas simbol negara Indonesia, tapi lebih dari itu seharusnya menjadi patron bagi bangsa Indonesia dalam melaksanakan seluruh penyelenggaraan kehidupan bernegara termasuk di dalamnya praktik politik yang diperankan oleh para elite politik di republik ini.
Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah bersepakat bahwa sistem pemerintahan yang paling cocok hingga saat ini adalah sistem demokrasi Pancasila. Pengamalan demokrasi Pancasila diharapkan dapat menjadi instrumen untuk bisa menjadi lem perekat dan memajukan bangsa Indonesia ke depan.
Oleh karenanya para elite politik wajib hukumnya menerapkan sebuah model dan praktik demokrasi yang berusaha menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan (agama), menghargai prinsip-prinsip kemanusiaan sesama anak bangsa, memperkokoh persatuan, mengedepan musyawarah dan mampu mendorong penegakan hukum yang berasaskan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, melalui regulasi yang baik.
Karena itu, sudah saatnya para elite politik bersama-sama untuk tidak lagi mempertontonkan model politik uang, intimidatif, gemar menebar berita hoax sebagai alat kampanye untuk menjatuhkan lawan politiknya, terlebih Indonesia tahun ini akan melaksanakan pilkada serentak untuk memilih para calon kepala daerah di kabupaten/kota, dan provinsi untuk memimpin daerah lima tahun mendatang.
Selanjutnya makna kemerdekaan bagi tokoh agama, seyogyanya kehadiran agama dapat dijadikan sebagai sarana untuk untuk terus mendorong umat beragama; agar saling menghargai antar satu pemeluk agama dengan lainnya, sehingga terwujudlah kebersamaan dan persatuan di tengah perbedaan agama dan pada akhirnya dapat berkontribusi mewujudkan stabilitas nasional di seluruh wilayah NKRI.
Permasalahan sekarang adalah bagaimana cara mengisi kemerdekaan negeri kita yang sudah berusia 75 tahun dengan berbagai kegiatan yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan termasuk dalam bingkai mensyukuri nikmat kemerdekaan, yang diakui para founding fathers bangsa sebagaimana tertuang dalam mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 “berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa”.
Dalam konteks itulah, baiknya kita renungkan salah satu firman Allah Swt. berikut: *_“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shaleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengganti keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa…(QS. An Nur[24]:55)._*
Pesan moral dari ayat al-Qur’an di atas, dalam konteks mensyukuri nikmat kemerdekaan yaitu, ketika bangsa Indonesia mampu mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan tepat, diwujudkan dengan kegiatan-kegiatan produktif dan positif (amal shaleh), maka Allah akan jadikan bangsa Indonesia menjadi negara yang berkuasa (maju) dan akan dianugerahkan stabilitas nasional yang baik (aman dan sentausa).
Suatu kemerdekaan akan terasa nikmat di RI, manakala stabilitas nasional terus dapat dijaga dengan baik, dan merupakan kewajiban dari seluruh elemen bangsa bersinergi dengan jajaran Polri untuk menjaganya.
Karena itu, masyarakat Indonesia harus menjadikan stabilitas nasional menjadi skala prioritas di atas segala-galanya, apalagi saat ini bangsa Indonesia masih berjuang dalam melawan COVID-19.
Tanpa stabilitas nasional, maka akan berdampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan dan lain sebagainya. Akhirnya, atas nama rakyat Indonesia mengucapkan “Dirgahayu HUT RI ke-75, semoga negeriku jaya selalu”. (*)
RadarNkri.com/A.ilyas