RADARNKRI.Com I Jakarta – Komnas Perempuan menilai sudah ada kemajuan dari gerakan afirmatif perempuan dalam bidang politik selama 20 tahun reformasi. Misalnya, soal 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik di tingkat pusat dan calon legislatif.
Namun, Komisioner Komnas Perempuan Azriana Manalu menilai, partisipasi perempuan dalam ruang politik tidak bisa bebas. Sebab, menurut dia, masih terkekang oleh sistem politik yang oligarki dan politik dinasti.
Di kutip dari Kompas.com “Kendati muncul kandidat-kandidat perempuan dalam kontestasi pemilu, yang terjadi adalah pelanggaran politik maskulin yang penuh penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan,” ujar Azriana, di Jakarta, Minggu (20/5/2018).
Gerakan perempuan dalam bidang politik juga diakui telah berhasil mencapai pengakuan formal oleh negara. Namun, hal ini dinilai tidak sebanding dengan adanya redistribusi kuasa.
Komnas Perempuan mengatakan, perempuan memang memperoleh kuota 30 persen dalan pemilu, tetapi kemampuannya masih minim terhadap keberhasilan terpilih dalam pemilu.
Begitu juga di parlemen, banyak perempuan yang duduk di kursi Senayan, namun Komnas Perempuan menilai tak ada kekuatan yang nampak di dalamnya.
“Akhirnya perempuan digunakan oleh oligarki untuk melanggengkan budaya politik mereka. Dari mulai jadi dinasti politik, jadi kakaknya, istrinya, adiknya,” kata komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin.
“Terus, perempuan juga ditunggangi menjadi alat bagian dari pemenuhan representasi itu,” sambung dia.(BI)